"Walaupun dia (anggota KPK) digaji Pemerintah, dia sebenarnya bertanggung jawab kepada dirinya dan Tuhan,"
Perjalanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memulihkan kepercayaan publik banyak menghadapi jalan terjal dan berliku.
Hal ini tercermin dalam indeks persepsi korupsi di Indonesia yang
mengalami tren naik-turun selama tahun 2019--2023. Berdasarkan data
Transparency International Indonesia, pada tahun 2019, angka indeks
persepsi korupsi adalah 40. Lalu, turun menjadi 37 pada tahun 2020.
Tahun berikutnya, yakni tahun 2021, naik lagi ke angka 38, hingga
akhirnya mengalami stagnan di angka 34 pada tahun 2022 dan 2023.
Adapun pada indeks persepsi korupsi di tingkat Asia Tenggara pada tahun
2023, Indonesia berada di posisi keenam. Peringkat tersebut masih sama
seperti tahun sebelumnya.
Selain indeks persepsi korupsi yang naik-turun hingga akhirnya stagnan,
KPK juga dihadapkan dengan tingkat kepercayaan publik yang merosot.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh lembaga survei Indikator
Politik Indonesia pada 4--5 April 2024, KPK menempati posisi ketujuh
dengan sebanyak 47,6 persen responden memilih cukup percaya dengan
lembaga tersebut.
Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tingkat kepercayaan lembaga
lainnya, salah satunya adalah TNI, yang menempati urutan nomor satu
dengan 65,3 persen responden menyatakan cukup percaya.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi pun
mengingatkan KPK agar terus menjaga kepercayaan publik karena menjadi
hal yang penting lantaran lembaga ini dilahirkan oleh reformasi sehingga
kepercayaan publik pun harus dirawat.
Faktor pemimpin menjadi salah satu hal yang disorot terkait menurunnya
marwah KPK. Diketahui, saat ini Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri tengah
tersangkut kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian,
Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Selain Firli, masih segar juga dalam ingatan masyarakat bahwa pada tahun
2022, mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar tersandung dugaan
pelanggaran etik karena diduga menerima fasilitas akomodasi hotel hingga
tiket menonton ajang balap MotoGP 2022 di Sirkuit Internasional
Mandalika, NTB, dari salah satu BUMN.
KPK pada April lalu menyebutkan ada 93 orang pegawai yang terlibat
pungutan liar di Rutan Cabang KPK. Sebanyak 66 pegawai akhirnya dipecat,
15 pegawai ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan, serta 12
pegawai lainnya masih menunggu hasil koordinasi dengan Badan Kepegawaian
Negara (BKN).
Terjadi sebuah ironi ketika masyarakat menaruh harapan tinggi pada KPK
untuk memberantas rasuah namun pemimpinnya malah terjerat kasus yang
berkaitan dengan korupsi. Oleh karena itu, ikhtiar awal untuk membenahi
benang kusut KPK adalah dengan memilih pemimpin selanjutnya dengan
tepat.
Memilih sosok pemimpin selanjutnya
Pemimpin sebagai pucuk tertinggi dalam suatu urutan kekuasaan memiliki
tugas yang besar untuk mengarahkan organisasi mencapai tujuan. Di
sinilah peran Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas
KPK yang diketuai oleh Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) Yusuf Ateh, menjadi krusial.
Pansel harus bisa memilih sosok-sosok terbaik dan berintegritas untuk
memimpin KPK selama 5 tahun ke depan agar tidak ada lagi pimpinan yang
tersandung dalam kasus tindak pidana ataupun pelanggaran etik.
Salah satu nama yang mendaftarkan diri menjadi calon pemimpin (capim)
KPK periode 2024--2029 adalah mantan Staf Ahli Kapolri Irjen Pol. Ike
Edwin. Ia kembali mengajukan diri setelah pernah mendaftarkan diri
sebagai capim KPK periode 2019--2023.
Namun, terlepas dari siapa pun orangnya, satu aspek penting yang harus
menjadi perhatian pansel adalah latar belakang yang dimiliki oleh para
calon. Hal itu juga ditekankan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Menurutnya, model seleksi harus lebih banyak didasarkan pada latar
belakang individu serta pengalaman mereka di bidang hukum ataupun
keuangan ketimbang dari hasil tes asesmen semata. Ia menyebut ada calon
pemimpin yang berkualitas, namun terkendala oleh tes asesmen yang masih
mengandalkan kecepatan tangan, seperti tes pauli, sehingga gagal lolos.
Pada usia tua, gerak tangan dengan otak sulit dikoordinasikan, terlebih
juga karena sudah jarang menulis sehingga tes asesmen pun tidak bisa
dijadikan patokan baik atau tidaknya seorang capim. Ia berpendapat
proses seleksi capim KPK sudah seharusnya lebih luwes seperti mencari
CEO baru, bukan seperti mencari pegawai baru yang penilaiannya dilakukan
secara rigid.
Mantan pimpinan KPK, Thony Saut Situmorang, juga mengatakan hal yang
sama. Sosok individu yang tulus mengabdi untuk memberantas korupsi harus
menjadi pertimbangan bagi pansel.
“Walaupun dia digaji Pemerintah, dia sebenarnya bertanggung jawab kepada dirinya dan Tuhannya,” kata Saut.
Sosok tersebut tak perlu berasal dari kalangan aparat penegak hukum.
Masyarakat sipil yang memiliki sikap yang tegas untuk memberantas
korupsi di tanah air juga harus dilibatkan.
Pada intinya, dua tokoh tersebut menekankan nilai yang sama, yakni
integritas. Nilai itu adalah poin utama dan mendasar yang harus ada di
dalam diri sosok yang akan memberantas korupsi. Jika capim tersandung
masalah integritas dan jejak rekamnya bermasalah, sudah seharusnya
dicoret.
Jika hal di atas adalah pendapat para tokoh yang pernah dan sedang
menjabat sebagai pemimpin KPK, kini beralih ke aspirasi dari koalisi
masyarakat. Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)
Julius Ibrani berpendapat bahwa kalangan masyarakat sipil harus
dilibatkan dan mendapatkan porsi yang signifikan dalam KPK untuk
memberantas korupsi.
Masyarakat sipil tidak berada di bawah struktur komando dan tidak tunduk
di bawah struktur politik sehingga terbebas dari
kemungkinan-kemungkinan adanya berat sebelah dalam penegakan
pemberantasan korupsi. Oleh sebab itu, calon pemimpin dari kalangan
masyarakat pun harus menjadi pertimbangan dalam pemilihan.
Tak hanya itu, pemimpin yang akan dipilih juga tidak boleh hanya
mengerti hukum pemberantasan korupsi dan memiliki tekad yang kuat. Latar
belakang kepemimpinan juga harus menjadi salah satu poin yang
dipertimbangkan.
Calon pemimpin KPK harus memiliki karakter yang kuat dan berani
mengambil keputusan. Pemimpin yang baik pasti akan menjaga hubungan
dengan kolega-koleganya dan juga cakap berkoordinasi dengan dewan
pengawas serta tim-tim di bawahnya, seperti penyidik dan deputi,
sehingga pemberantasan korupsi semakin optimal.
Upaya pansel
Saat ini pansel telah menerima ratusan nama yang mendaftarkan diri untuk
menjadi calon pimpinan KPK dan puluhan nama untuk menjadi calon dewan
pengawas KPK.
Nantinya, setelah melalui proses pendaftaran dan tahapan seleksi
lainnya, pansel akan memilih 10 nama capim dan 10 nama calon
anggota dewas KPK yang akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo
untuk kemudian diteruskan kepada DPR RI.
Terkait pendapat-pendapat yang telah dikemukakan di tengah masyarakat
akan pentingnya integritas, pansel juga berada dalam perahu yang sama.
Wakil Ketua Pansel KPK Arief Satria mengatakan bahwa timnya telah
diberikan mandat untuk menjaring dan mencari calon pemimpin yang
memiliki integritas tinggi dalam pemberantasan korupsi.
Untuk itu, pansel pun melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri rekam
jejak para pendaftar. Selain dari lembaga negara, pansel juga menggaet
masyarakat umum maupun pegiat antikorupsi untuk terlibat langsung dalam
memeriksa rekam jejak para pendaftar.
Ini barulah langkah pertama untuk mengurai benang kusut yang selama ini
menyelimuti KPK. Harapan masyarakat agar pemimpin KPK yang terpilih
nantinya dapat istikamah menjunjung tinggi integritas, kini berada di
pundak para pihak yang memiliki kuasa dalam proses seleksi.
Karena, KPK memang harus dipimpin oleh sosok-sosok yang mampu mengembalikan marwah komisi antirasuah tersebut.
Sumber: https://www.antaranews.com/